Hak dan Kewajiban dalam Hukum

Berdasarkan kodratnya, manusia memiliki hak dan kewajiban atas sesuatu dalam menjalani kehidupan sosialnya dengan manusia lain. Tidak seorang pun manusia yang tidak mempunyai hak, tetapi konsekuensinya bahwa orang lain pun memiliki hak yang sama dengannya. Jadi ”hak” pada suatu pihak berakibat timbulnya ”kewajiban” pada pihak lain untuk menghormati hak tersebut. Seseorang tidak menggunakan haknya secara bebas, sehingga menimbulkan kerugian atau rasa tidak enak pada orang lain.

Untuk terjadinya ”hak dan kewajiban,” diperlukan suatu ”peristiwa” yang oleh hukum dihubungkan sebagai suatu akibat artinya hak seseorang terhadap sesuatu benda mengakibatkan timbulnya kewajiban pada orang lain, yaitu menghormati dan tidak boleh mengganggu hak tersebut.

Hak

Terdapat dua teori atau ajaran yang dapat menjelaskan keberadaan hak, yaitu:

a. Belangen Theorie

Belangen Theorie (teori kepentingan) menyatakan bahwa hak adalah kepentingan yang terlindungi. Rudolf von Jhering berpendapat bahwa ”hak itu sesuatu yang penting bagi seseorang yang dilindungi oleh hukum, atau suatu kepentingan yang terlindungi.”

Utrecht (van Apeldoorn, 1985: 221) membantah teori tersebut dengan mengatakan bahwa hukum itu memang mempunyai tugas melindungi kepentingan dari yang berhak, tetapi orang tidak boleh mengacaukan antara hak dan kepentingan, karena hukum sering melindungi kepentingan dengan tidak memberi hak kepada yang bersangkutan. misalnya ketentuan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar di jamin dalam UUD 1945 tidak berarti bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar itu ”berhak” atas pemeliharaan negara.

b. Wilsmacht Theorie

Wilsmacht Theorie (teori kehendak), yaitu hak itu suatu kehendak yang dilengkapi dengan kekuatan. Bernhard Winscheid mengatakan bahwa ”hak itu suatu kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan dan diberi tata tertib hukum kepada seseorang. Berdasarkan kehendak, seseorang dapat mempunyai rumah, mobil, tanah, dan sebagainya. Misalnya, seseorang anak kecil dan orang gila yang tidak dapat diberi hak karena mereka belum atau tidak dapat menyatakan kehendaknya (belum mempunyai suatu kehendak).

Teori ini dibantah oleh Utrecht dengan alasan (Van Apeldoorn, 1985: 221):

  1. Meskipun mereka di bawah pengampuan (kuratele), tetapi mereka tetap masih dapat memiliki rumah, mobil dan yang menjalankan adalah wali/pengampunya atau kuratornya.
  2. Menurut pasal 13 KUH Perdata menyatakan bahwa tidak ada manusia yang tidak mempunyai hak.

Leon du Guit (Van Apeldoorn, 1985: 221) menyebutkan ”teori fungsi sosial” yang mengatakan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang mempunyai hak. Sebaliknya, di dalam masyarakat, bagi manusia hanya ada suatu tugas sosial. Tata tertib hukum tidak didasarkan atas kehendak manusia, tetapi atas tugas sosial yang harus dijalankan oleh anggota masyarakat.

Beberapa pengertian hak yang dikemukakan oleh sejumlah pakar hukum adalah:

  1. Van Apeldoorn (1985:221) menyatakan bahwa hak adalah kekuasaan (wewenang) yang oleh hukum diberikan kepada seseorang (atau suatu badan hukum), dan yang menjadi tantangannya adalah kewajiban orang lain (badan hukum lain) untuk mengakui kekuasaan itu.
  2. Satjipto Rahardjo (1982:94) mengatakan bahwa hak adalah kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang dengan maksud melindungi kepentingan seseorang tersebut.
  3. Fitgeraid (Satjipto Rahardjo, 1985:95) mengemukakan bahwa suatu hak mempunyai lima ciri, yaitu:
  1. Diletakkan pada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak tersebut. Disebut juga sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari hak.
  2. Tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban, sehingga antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.
  3. Hak yang ada pada seseorang mewajibkan pihak lain melakukan (commision) atau tidak melakukan suatu perbuatan (ommnision) disebut hak.
  4. Commision atau Ommnision menyangkut sesuatu yang disebut objek hak.
  5. Setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.

Berdasarkan pengertian dan teori tentang hak tersebut dapat disimpulkan bahwa hak itu mengandung tiga unsur yang substansial, yaitu

  1. Unsur pelindung, misalnya seseorang tidak boleh dianiaya, artinya setiap orang mempunyai hak untuk dilindungi oleh hukum dari penganiayaan.
  2. Unsur pengakuan, misalnya adanya kewajiban untuk melindungi A dari penganiayaan berarti mengakui hak A untuk tidak dianiaya.
  3. Unsur kehendak, misalnya A memiliki sebuah rumah, maka hukum memberinya hak atas rumah tersebut untuk bebas menggunakan kehendaknya atau memakainya dan orang lain wajib menghormatinya dan tidak mengganggu hak si A.

Timbulnya suatu hak didasarkan oleh suatu peristiwa hukum, misalnya terjadi jual beli, perjanjian sewa menyewa rumah, merupakan peristiwa hukum yang dapat menimbulkan atau melahirkan hak dan kewajiban antar para pihak.

Hak dapat timbul pada seseorang (subjek hukum) disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

  1. Adanya subjek hukum baru, baik orang maupun badan hukum.
  2. Terjadinya perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang melakukan perjanjian
  3. Terjadinya kerugian yang diderita oleh seseorang akibat kesalahan atau kelalaian orang lain.
  4. Karena seseorang melakukan kewajiban yang merupakan syarat untuk memperoleh hak.
  5. Terjadinya daluwarsa (verjaring), biasanya karena acquisitief verjaring yang dapat melahirkan hak bagi seseorang. Sebaliknya, jika terjadi extinctief verjaring, justru menghapuskan hak atau kewajiban seseorang (orang lain).

Lenyap atau hapusnya suatu hak menurut hukum dapat disebabkan empat hal, yaitu:

  1. Apabila pemegang hak meninggal dunia dan tidak ada pengganti atau ahli waris yang ditunjuk, baik oleh pemegang hak maupun yang ditunjuk oleh hukum.
  2. Masa berlakunya hak telah habis dan tidak dapat diperpanjang lagi. Misalnya, kontrak rumah yang telah habis waktu kontraknya.
  3. Telah diterimanya suatu benda yang menjadi objek hak. Misalnya, seseorang yang mempunyai hak waris atau hak menagih utang, tetapi warisan atau piutang itu sendiri telah diterima atau dilunasi maka hak waris dan hak menagih utang itu hapus dengan sendirinya.
  4. Karena daluwarsa (verjaring), misalnya seseorang yang memiliki sebidang tanah yang tidak pernah diurus, dan tanah itu ternyata telah dikuasai oleh orang lain selama lebih 30 tahun maka hak atas tanah itu menjadi hak orang yang telah mengurus selama lebih 30 tahun.

Kewajiban

Kewajiban sesungguhnya merupakan beban yang diberikan oleh hukum kepada orang atau badan hukum (subjek hukum), misalnya kewajiban seseorang atau badan hukum untuk membayar pajak dan lahirnya karena ketentuan UU. Dalam teori ilmu hukum, kewajiban dibedakan dalam enam kelompok, yaitu

  1. Kewajiban mutlak, yaitu kewajiban yang tidak mempunyai pasangan hak, misalnya kewajiban yang tertuju pada diri sendiri yang umumnya berasal dari kekuasaan.
  2. Kewajiban nisbi, yaitu kewajiban yang disertai dengan hak, misalnya kewajiban pemilik kendaraan membayar pajak, sehingga berhak menggunakan fasilitas jalan raya yang dibuat oleh pemerintah.
  3. Kewajiban publik, yaitu kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak publik, misalnya kewajiban untuk patuh pada aturan hukum yang ada.
  4. Kewajiban perdata, yaitu kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak perdata, misalnya kewajiban mematuhi akibat yang timbul karena perjanjian.
  5. Kewajiban positif, yaitu kewajiban yang menghendaki suatu perbuatan positif, misalnya kewajiban penjual untuk menyerahkan barang kepada pembeli.
  6. Kewajiban negatif, yaitu kewajiban yang menghendaki untuk tidak melakukan sesuatu, misalnya kewajiban seseorang untuk tidak mengambil atau mengganggu hak milik orang lain.

Lahir atau timbulnya suatu kewajiban, disebabkan oleh beberapa hal, yaitu

  1. Diperolehnya suatu hak yang membebani syarat untuk memenuhi suatu kewajiban, misalnya seorang pembeli yang berkewajiban membayar harga barang dan berhak menerima barang yang telah dibayarnya (lunas).
  2. Berdasarkan suatu perjanjian yang telah disepakati.
  3. Adanya kesalahan atau kelalaian seseorang yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, sehingga ia wajib membayar ganti rugi.
  4. Telah dinikmatinya suatu hak tertentu sehingga harus pula diimbangi dengan kewajiban tertentu pula.
  5. Daluwarsa tertentu yang telah ditentukan oleh hukum atau karena perjanjian tertentu, bahwa daluwarsa dapat menimbulkan kewajiban baru, misalnya kewajiban membayar denda atas pajak kendaraan bermotor yang lewat waktu atau daluwarsa (ditentukan dalam undang-undang).

Hapusnya atau berakhirnya suatu kewajiban, disebabkan oleh hal-hal:

  1. Meninggalnya orang yang mempunyai kewajiban, tanpa ada penggantinya, baik ahli waris maupun orang lain atau badan hukum lain yang ditunjuk oleh hukum.
  2. Masa berlakunya telah habis dan tidak diperpanjang lagi.
  3. Kewajibannya telah dipenuhi oleh yang bersangkutan.
  4. Hak yang melahirkan kewajiban telah hapus.
  5. Daluwarsa (verjaring) extinctief.
  6. Ketentuan UU.
  7. Kewajiban telah beralih atau dialihkan kepada orang lain.
  8. Terjadi suatu sebab di luar kemampuan manusia, sehingga ia tidak dapat memenuhi kewajiban itu. [*]

Baca juga: Subjek Hukum dan Objek Hukum